rusa_indonesia

DEER CONSERVATION

Wednesday, November 26, 2008

Rusa Bawean...10 tahun lagi punah??

Rusa Bawean (Axis kuhlii) merupakan jenis rusa endemik asli Pulau Bawean yang populasinya semakin menurun. Beberapa hasil studi populasi memberikan indikasi keberadaan populasi Rusa Bawean yang semakin terancam, terutama oleh perburuan liar dan fragmentasi habitat. Hasil studi populasi oleh BKSDA Jatim I bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan UGM tahun 2003, berhasil mengestimasi jumlah populasi Rusa Bawean di habitat alaminya adalah sebesar 307 sampai 316 ekor. Hasil simulasi dengan program Vortex mengindikasikan terjadinya kepunahan lokal pada masa mendatang, terutama pada populasi yang terisolir.




Kenyataan tersebut mengharuskan kepedulian semua pihak agar melakukan tindakan konservasi yang sungguh-sungguh untuk melindungi, mempertahankan, dan mengembangkan populasi Rusa Bawean. Upaya penyelamatan Rusa Bawean dapat dilakukan dalam bentuk pengelolaan populasi di habitat alami maupun pengelolaan secara ex-situ. Pengembangan konservasi secara ex-situ, salah satunya adalah sistem penangkaran, diharapkan dapat mendukung penyediaan populasi (stock recovery) di habitat alaminya tanpa mengurangi keaslian dan kekhasan jenis.

Penyelamatan Rusa Bawean merupakan kegiatan yang memerlukan peran secara kolektif berbagai unsur masyarakat terutama masyarakat di Pulau Bawean. Pengembangan sistem penangkaran Rusa Bawean diharapkan mampu melibatkan masyarakat sebagai aktor utama dalam kegiatannya. Masyarakat dengan aktif mengelola penangkaran secara mandiri untuk meningkatkan populasi Rusa Bawean sebagai stock populasi di alam. Mengingat rusa merupakan salah satu hewan yang memiliki banyak potensi, upaya penengkaran lebih lanjut dapat dikembangkan sebagai salah satu asset produksi. Oleh karena statusnya, maka pemanfaatan terhadap rusa harus dilakukan dengan benar. Dalam PP No.8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, menyatakan bahwa kebijakan pemanfaatan satwa liar tidak terlepas dari kebijakan pembangunan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Monday, July 16, 2007

Rusa Bawean di Habitat Semi Alami



Pengamatan terhadap satwa liar di habitat alaminya memerlukan bantuan kamera trap untuk mendapatkan gambar aktivitas satwa tersebut. Faktor keliaran satwa Rusa Bawean di alam yang tinggi menyebabkan metode kamera trap tidak berfungsi maksimal. Tampak di atas adalah salah satu gambar Rusa Bawean di habitat semi alami di Kebun Binatang Surabaya.

Sunday, April 29, 2007

Bawean Deer Distribution Map



The Bawean Deer (Axis kuhlii) is classified as endangered species (IUCN 2006). It lives only in a small island Bawean (19.419 ha). The major threat on this species is human activities including habitat destruction and illegal hunting. The population has divided into three fully separated sub populations, due to habitat conservation into agriculture and housing area. Moreover, illegal hunting reduces the population size drastically.

Monday, April 23, 2007

Landscape of Bawean Deer Habitat in Gunung Besar Forest

Thursday, August 31, 2006

Identifikasi Rusa Indonesia



Empat jenis rusa asli Indonesia terdiri dari Sambar, Rusa Timor, Rusa Bawean, dan Kijang. Berdasarkan struktur tubuhnya, Sambar memiliki ukuran yang paling besar diikuti Rusa Timor dan Rusa Bawean. Sementara Kijang merupakan jenis yang paling kecil.

Wednesday, August 09, 2006

Rusa timor

RUSA TIMOR (Cervus timorensis)
Sub spesies : Rusa Jawa (Cervus timorensis russa)


Rusa Timor jantan dewasa di Penangkaran Kulon Progo

A. Biologi Rusa Jawa

1. Klasifikasi
Rusa Jawa (Cervus timorensis russa) diklasifilasikan oleh Schroder (Nugroho, 1992) sebagai berikut :
Phyllum : Vertebrata
Sub phyllum : Chordata
Class : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Familia : Cervidae
Genus : Cervus
Species : Cervus timorensis (Blainville, 1822)
Sub species : Cervus timorensis russa (Mul.&Schl., 1844)
(Ind = Rusa Jawa)

2. Deskripsi Morfologi

Jenis Cervus timorensis, menurut Dradjat (2002a), memiliki bulu coklat dengan warna bagian bawah perut dan ekor berwarna putih. Hewan jantan relatif lebih besar dibandingkan dengan betinanya. Tinggi badannya antara 91-102 cm dengan berat badan 103-155 kg, lebih kecil bila dibandingkan dengan Sambar (Cervus unicolor). Rusa jantan mempunyai tanduk yang bercabang. Tanduk akan tumbuh pertama kali pada anak jantan umur 8 bulan. Setelah dewasa, ranggah menjadi sempurna yang ditandai dengan terdapatnya 3 ujung runcing.

3. Penyebaran

Cervus timorensis tersebar alami hampir di seluruh kepulauan Indonesia kecuali di Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Namun kemudian dimasukkan ke pulau-pulau tersebut yaitu pada tahun 1680 (Kalimantan), tahun 1855 (Pulau Aru), tahun 1913 dan 1920 (Kalimantan) (Anonim, 1978). Oleh karena rusa mampu beradaptasi dengan baik, maka dapat berkembang biak di tempat barunya tersebut.
Veevers-Carter (1979) mengemukakan bahwa Cervus timorensis tidak ditemukan secara endemik di luar Indonesia, namun telah dimasukkan dalam jumlah yang besar ke New Zaeland, Australia, dan W. Indian Ocean Is.
Menurut Semiadi (2002), dominasi rusa tropik Indonesia adalah Cervus timorensis, dengan sebaran yang sangat luas dari bagian barat hingga timur Indonesia. Whitehead (Schroder dalam Nugroho, 1992; Semiadi, 2002) membagi jenis Cervus timorensis menjadi 8 sub species berdasarkan daerah persebarannya, yaitu:
• Cervus timorensis russa (Mul.&Schl., 1844) di P. Jawa
• Cervus timorensis florensis (Heude, 1896) di P. Lombok dan P. Flores
• Cervus timorensis timorensis (Martens, 1936) di P. Timor, P. Rate, P. Semau, P. Kambing, P. Alor, dan P. Pantai
• Cervus timorensis djonga (Bemmel, 1949) di P. Muna dan P. Buton
• Cervus timorensis molucensis (Q.&G.,1896) di Kep. Maluku, P. Halmahera, P. Banda, dan P. Seram
• Cervus timorensis macassaricus (Heude, 1896) di P. Sulawesi
• Cervus timorensis renschi (Sody, 1933)
• Cervus timorensis laronesietes (Bemmel, 1949)

4. Aktivitas
Rusa memiliki aktivitas pergerakan dan penjelajahan yang terpengaruh oleh 2 aspek, yaitu rutinitas harian yang berkaitan dengan mencari makanan, air, dan tempat istirahat yang sesuai, dan aspek musiman yang berkaitan dengan iklim setempat (Trippensee, 1948). Selanjutnya Trippensee (1948) menjelaskan bahwa pada suatu saat rusa dapat bergerak aktif dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh, namun pada kondisi iklim yang buruk rusa akan bergerak sangat terbatas.
Jenis Cervus timorensis merupakan hewan yang dapat aktif di siang hari (diurnal) maupun di malam hari (nokturnal), tergantung pada kondisi lingkungannya (Anonim, 1978). Dilaporkan oleh Garsetiasih (1996) bahwa aktivitas puncak Cervus timorensis di Taman Wisata Alam Pulau Menipo Nusa Tenggara Timur adalah pada pagi hari pukul 06.00-09.00 dan pada sore hari pukul 16.00-18.00. Aktivitas tersebut meliputi istirahat, makan, dan bergerak.

B. Home Range

Menurut Dasmann (1981), ukuran home range rusa berbeda-beda tergantung ketersediaan makanan, penutupan (cover), air, dan hal-hal penting lain. Trippensee (1948) melaporkan bahwa di Wisconsin Tengah (salah satu negara bagian Amerika Serikat), yang memiliki 2 tipe hutan, yaitu semak-semak cemara (pine thickets) dan campuran (pine and oaks), memiliki daerah rata-rata pemusatan rusa (deer concentration) 380 acres (0,15 ha) dengan home range 50-2.600 acres (0,02-1,05 ha). Sementara itu di Inggris, home range Rusa Roe di hutan adalah 5-15 ha, Rusa Fallow jantan 50-250 ha, dan Rusa Fallow betina 50-90 ha (Hinge dalam Putman, 1988).

C. Habitat

Satwa liar menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya. Oleh karena itu, habitat suatu jenis satwa liar belum tentu sesuai untuk jenis lain (Alikodra, 1990). Habitat suatu jenis satwa liar mengandung suatu sistem yang terbentuk dari interaksi antar komponen fisik dan biotik. Sistem tersebut dapat mengendalikan kehidupan satwa liar yang hidup di dalamnya (Alikodra, 1990).
Shaw (Nugroho, 1992) menjelaskan bahwa komponen habitat yang mengendalikan kehidupan satwa liar terbagi dalam 4 hal sebagai berikut:
1. Pakan (food)
Pakan merupakan komponen habitat yang paling nyata. Ketersediaan pakan berhubungan erat dengan perubahan musim terutama di daerah temperate dan kutub. Tiap jenis satwa mempunyai kesukaan untuk memilih pakannya. Kesukaan pakan ini berhubungan dengan palatabilitas dan selera.
2. Pelindung (cover)
Pelindung diartikan sebagai segala tempat dalam habitat yang mampu memberikan perlindungan dari cuaca, predator atau kondisi yang lebih baik dan menguntungkan.
3. Air (water)
Air dibutuhkan dalam proses metabolisme tubuh satwa. Kebutuhan satwa akan air bervariasi, ada yang tergantung air dan ada yang tidak. Ketersediaan air akan mengubah kondisi habitat sehingga langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan satwa.
4. Ruang (space)
Individu-individu satwa membutuhkan variasi ruang untuk mendapatkan cukup pakan, pelindung, air, dan tempat untuk kawin. Besarnya ruang tergantung ukuran populasi. Ukuran populasi tergantung besarnya satwa, jenis pakan, produktivitas, dan keragaman habitat.

Rusa Jawa memiliki tipe habitat berupa hutan dataran terbuka, padang rumput, dan savana dengan ketinggian hingga 2.600 dpl (Anonim, 1978). Menurut Dradjat (2002a), selain padang rumput, rusa juga membutuhkan semak-semak untuk berlindung, pepohonan untuk berteduh, dan adanya persediaan air untuk mencukupi kebutuhan minum. Rusa juga memanfaatkan kawasan dengan kerapatan tumbuhan yang relatif tinggi seperti di sekitar sungai atau anak sungai (Djuwantoko, 2003). Pada kondisi tertentu, rusa dapat hidup di daerah yang dihuni manusia, seperti rusa liar yang hidup di perkebunan kelapa di Maluku (Dradjat, 2002a).


D. Pakan

Rusa termasuk hewan pemamah biak (ruminant) yang makanannya adalah daun-daunan (vagetable materials) dan berbagai macam buah-buahan yang dapat dimakan (Trippensee, 1948). Sebagaimana hewan pemamah biak lainnya, rusa makan rumput di padang rumput (grazing), makan daun-daunan semak di hutan (browsing), dan makan jamur yang tumbuh di bawah pohon (Dradjat, 2002a).
Rusa makan dari bagian tumbuhan mulai dari pucuk kemudian daun muda, daun tua, dan batang muda. Sulisetyawan (1996) melaporkan bahwa jenis dan bagian tumbuhan yang dimakan rusa di Taman Nasional Wasur Irian Jaya seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis-jenis tumbuhan pakan Rusa Jawa dan bagian-bagian yang dimakan di Taman Nasional Wasur Irian Jaya.

No Nama spesies Familia Bag. yg. Dimakan Habitat
1. Melodorum latifolium Annonaceae Buah Hutan monsoon
2. Dillenia allata Dilleniaceae Daun muda Hutan terbuka
3. Flagellaria indica Flagellariaceae Daun muda Hutan monsoon
4. Andropogon contortus Gramineae Daun Padang rumput
5. Chrysopogon aciculatus Gramineae Daun Padang rumput
6. Eragrositis brownii Gramineae Daun Padang rumput
7. Hymenachne amplexicaulis Gramineae Daun Padang rumput
8. Imperata cylindrica Gramineae Daun Padang rumput
9. Pseudoraphis spinescens Gramineae Daun Padang rumput
10. Phragmites karka Gramineae Kuncup Padang rumput
11. Paspalum conjugatum Gramineae Daun Padang rumput
12. Acacia auriculiformis Leguminosae Kuncup Hutan terbuka
13. Ficus benjamina Moraceae Buah Hutan monsoon
14. Nymphaea indica Nymphacaceae Kuncup Kali dan rawa
15. Nymphaea violacea Nymphacaceae Kuncup Kali dan rawa
16. Nauclea orientalis Rubiaceae Kuncup Hutan terbuka
17. Corypha elata Rubiaceae Daun muda Hutan terbuka
18. Equisetum sp. Equisetaceae - Padang rumput
19. Cyperus rotundus Cyperaceae - Padang rumput
20. Rotthoelia sp. Gramineae - Padang rumput
21. Sporablus sp. Gramineae - Padang rumput
22. Themeda sp. Gramineae - Padang rumput
23. Oldenlandia diffusa Rubiaceae - Hutan terbuka

Sumber: Sulisetyawan (1996)


Terdapat 23 jenis tumbuhan yang dimakan rusa, terdiri atas 12 familia. Jenis-jenis tumbuhan dari Familia Gramineae terlihat mendominasi daftar tumbuhan yang dimakan rusa. Bagian-bagian tumbuhan yang dimakan antara lain pucuk, daun, kuncup, dan buah. Rusa Jawa memakan berbagai jenis tumbuhan tersebut pada empat tipe habitat yang ada, antara lain: hutan monsoon, hutan terbuka, padang rumput, serta kali dan rawa.
Di Taman Nasional Baluran Jawa Timur, Rusa Jawa memakan beberapa jenis tumbuhan, antara lain: Dichantium caricosum, Heteropogon contortus, Oplismenus burmanii, Roettboellia exaltata, Themeda trianda, Schlerachne punctata, Cyperus rotundus, Grewia eriocarpa, Schleichera oleosa, Thespesia lampas, Flacourtia indica (Anonim, 1993).
Selain makan, rusa membutuhkan minum dalam jumlah yang relatif banyak. Bila cuaca kering dan udara panas, rusa membutuhkan minum sampai 0,5 galon/hari/ekor (Dradjat, 2002). Pada kondisi itu pula rusa sering berkubang. Dradjat (2002) juga menjelaskan bahwa rusa juga pandai berenang sehingga sungai bukan merupakan penghalang bagi rusa.
Menurut Djuwantoko (2003), rusa yang hidup di alam akan mendapatkan air dari sumber air permukaan, seperti air sungai, danau, waduk, parit, atau mata air. Kemungkinan lain, mereka akan mendapatkan air dari embun atau memakan pakan yang mengandung banyak air.

Food kinds of Bawean Deer

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS PAKAN RUSA BAWEAN (Axis kuhlii)
DENGAN METODE FAECAL ANALYSIS PADA HABITAT ALAMINYA
DI PULAU BAWEAN



Oleh:
Djuwantoko1), Danang Wahyu Purnomo2), Sayogo Hutomo3)


Abstract
Bawean Deer (Axis kuhlii) is indegenous endemic species in Bawean Island that their population more decrease. Bawean Deer become extinct if no sriously conservation activity. Food is important habitat component that influence the level of population welfare. Food management is actual effort that can be done to save Bawean Deer. This effort must begin with identification kind of food Bawean Deer in their habitat.
Bawean Deer behavior is very wild and sensitive with human activity so necerssary special method to observation kind of food. The method that use is indirect method, divided two step; obeservation remain food in field and faecal analysis.
Based on observation of remain food and faecal analysis, there are species of food; Lalang (Imperata cylindrica), Ancucu (Pericampylus glaucus), Andudur (Caryota mitis), Gadung (Dioscorea hispida), Kayu sape (Symplocos adenophylla), Lampedung (Coelorhachis muricata), Lating-latingan (Scheria hebecarpa), Lambu merah (Paspalum conjugatum), Rombok putih (Argyera mollis), Tali ata (Lygodium circinnatum), Talioar (Panicum cordatum), Rendang-rendang (Nephrolepis hirsitula), Kenci-kencian (Tridax procumbens), Kabak-kabakan alas (Brachiaria distachya), Lente-lentean (Fimbrisyllis dichotoma), Tali susu and Pele. Species that can not identified are; Species X, Species W, Species Z, Species U, and Species Y.
Species dominant in wet season are; in Tanjung Cina Island: Taliata (Important Value (IV): 54.33192), Talioar (IV: 48.94499), and Gadung (IV: 37.72217); in Gunung Besar area : Lalang (IV: 144.9444), Species Z (IV: 39.19254), and Lembu merah (IV: 36.36024); in Gunung Mas area: Species Z (IV: 51.42724), Lembu merah (IV: 37.66584), and Taliata (IV: 30.3914). In dry season; Tanjung Cina Island: Taliata (IV: 91.6099), Gadung (IV: 38.44138), and Talioar (IV: 33.61121); Gunung Besar area: Lalang (IV: 87.54786), Species W (IV: 55.97066), and Taliata (IV: 38.37903); Gunung Mas area: Species W (IV: 49.45425), Andudur (IV: 48.94603), and Taliata (IV: 48.61541).

Key words: Food, Bawean Deer (Axis kuhlii), faecal analysis


1) Staf Pengajar pada Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2) Staf Laboratorium Satwa Liar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
3) Staf Laboratorium Satwa Liar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Tuesday, August 08, 2006

BAWEAN DEER (Axis kuhlii)

HABITAT DAN POPULASI RUSA BAWEAN (Axis kuhlii)*


Oleh :
Djuwantoko**
Danang Wahyu Purnomo***


Intisari

Rusa Bawean (Axis kuhlii) merupakan satwa endemik asli Pulau Bawean yang populasinya semakin menurun akibat perubahan habitat oleh aktivitas manusia. Kerusakan kawasan hutan akan menyebabkan hilangnya habitat alami bagi berbagai jenis satwa yang hidup dan berkembang di dalamnya. Komponen-komponen habitat berupa pakan, peneduh, ruang, air, tanah, dan faktor lingkungan menjadi faktor pembatas bagi kehidupan satwa. Sementara itu, keterpaduan antara komponen habitat menjadi penyeimbang kelanjutan pertumbuhan populasi. Pengetahuan tentang habitat menjadi dasar dalam menentukan pengelolaan suatu jenis satwa. Oleh karena itu diperlukan studi yang komprehensif mengenai habitat dan populasi Rusa Bawean.
Kajian dilakukan dengan pengamatan terhadap berbagai komponen habitat secara langsung dan tidak langsung di lapangan. Tipe habitat dianalisis dengan mengidentifikasi struktur dan komposisi vegetasi menggunakan metode sampling protokol. Pengamatan terhadap sumber pakan dilakukan dengan melihat kondisi daun pakan dan metode faecal analysis. Kualitas pakan dianalisis dengan proximat analysis. Produksi dan produktivitas pakan ditentukan dengan menggunakan petak ukur permanen. Sementara itu, sumber peneduh, ruang, dan efek tepi diidentifikasi secara deskriptif berdasarkan kondisi aktual di lapangan. Sumber-sumber air dideskripsikan dan dianalisis di laboratorium untuk mengetahui kualitasnya. Analisis spatial diversity dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antar tipe habitat. Populasi diamati mengenai daerah jelajah dan karakter populasinya secara langsung dan studi pustaka.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa populasi Rusa Bawean masih terkonsentrasi pada tiga daerah, Pulau Tanjung Cina, Hutan Gunung Besar dan Hutan Gunung Mas. Tipe-tipe habitat yang disukai berturut-turut adalah hutan sekunder, hutan primer, hutan jati bersemak, dan hutan campuran. Sumber pakan masih melimpah dengan kandungan gizi yang cukup bagi kesejahteraan populasi. Sumber air melimpah dan cukup bagi kebutuhan hidup Rusa Bawean. Namun, keadaan populasi yang terpecah dalam kawasan yang sempit menyebabkan terbatasnya transfer genetik hingga menekan pertumbuhan populasi. Hal ini terbukti dengan karakter populasi di beberapa daerah yang menuju ke arah regressive population.


* Makalah disampaikan dalam Seminar Konservasi Rusa Bawean, pada tanggal 26 Januari 2005 di Auditorium FKT UGM Yogyakarta
** Staf Pengajar di Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta
*** Staf Laboratorium Satwa Liar Fakultas Kehutanan UGM